Di Spanyol ada banteng kalap mengejar matador, di Sulawesi
ada anoa yang tak kalah garang. Kecil-kecil cabe rawit. Begitu julukan untuk kerbau cebol
itu. Enggak main-main, banyak korban berjatuhan dalam duel melawan anoa.
Sampai-sampai keperkasaan anoa dijadikan simbol keperkasaan bagi masyarakat
Sulawesi. Sayang sekali, salah satu ungulata (binatang berkuku) primitif khas Sulawesi ini, kini keberadaannya kian terancam
punah.
Mitos
keganasan anoa bukanlah cerita isapan jempol belaka. Banyak orang telah menjadi korbanya,
baik yang terluka maupun terbunuh oleh tanduk runcingnya. Masyarakat di tepian
hutan sering terpaksa berlari untuk menghindari satwa ini. Tak heran karena
mereka menganggapnya sebagai binatang “buas” yang patut dihindari.
Sebenarnya anoa bukan termasuk binatang buas seperti halnya harimau yang mencabik-cabik tubuh korban dengan taringnya. Anoa tidak bertaring karena termasuk kelompok satwa herbivora. Tanduk merupakan senjata utamanya untuk membela diri saat terdesak. Terlebih jika ada orang yang mencoba mengusik kehidupannya,anoa dapat menjadi sangat agresif menyerang lawannya hingga mati.
Sapi atau kerbau
Anoa termasuk
kerabat ungulata primitif yang bertahan hidup hingga kini. Satwa ini bermigrasi
dari daratan asia lewat daratan Filipina pada masa es belum mencair. Pakar
paleontologi yang menemukan fosilnya di Gua Cani, Sulawesi Selatan, menduga
bahwa anoa telah menempati Sulawesi sejak zaman Pleistosen.
Sampai saat
ini ahli taksonomi masih dibuat bingung tentang penamaannya. Sebagian ahli
mengelompokkan
anoa sebagai kerabat dekat kerbau dengan genus Bubalus, dan sebagian lagi
menempatkan anoa kedalam genus tersendiri, yaitu Anoa. Satu-satunya kerabat
dekat yang mempunyai banyak kesamaan adalah kerbau liar filipina, yaitu tamaraw
(Bubalus mindorensis).
Masyarakat
lokal menyebut anoa sebagai sapi utan karena mirip dengan sapi. Perwakannya yang kerdil (tinggi sekitar
pinggang orang dewasa), membuat anoa tampak gempal dan kekar. Ukuran badan
kerdil ini justru menjadikannya lebih gesit. Warna kulit anoa
cenderung gelap – mulai dari hitam, hitam kecoklatan,
coklat, hingga coklat keemasan – menjadi modal kamuflase di hutan tropis.
Tanduknya yang tajam seperti tombak membuatnya menjadi senjata
pertahanan diri yang efektif. Anoa termasuk kelompok
ungulata bertanduk palsu, dimana tanduknya hanya berupa lapisan keratin yang melapisi tanduk sejati. Pada anoa dewasa tanduk akan
tumbuh lurus ke arah belakang kepala hingga sekitar 30 cm. Untuk mengetahui umur satwa ini dapat dikenali dengan tanda munculnya alur-alur berbentuk cincin di
pangkal tanduk setiap pertambahan umur.
Di Sulawesi,
secara umum dikenal dua jenis anoa, yaitu anoa daratan rendah (Bubalus depressicornis) dan anoa daratan tinggi (Bubalus
quarlesi). Ciri utama anoa
daratan rendah yaitu bentuk tanduk pipih dengan alr cincin. Ukuran tubuhnya
agak besar (tinggi 80 – 90 cm). Beda dengan anoa daratan tinggi, yang tanduk
bulat lagi pula runcing . ukuran tubuhnya pun kecil (tinggi 60 – 70 cm). Namun,
anoa daratan rendah lebih mudah di temukan dari pada anoa daratan tinggi.
Anoa Penjelajah
Sejati
Perilaku anoa
yang sangat liar dan agresif menjadi hambatan dalam usaha penangkarannya di luar habitatnya. Di
beberapa kebun
binatang di Eropa dilaporkan, meski
telah melewati beberapa generasi, perilaku liar anoa tak kunjung hilang. Satwa
ungulata lainya yang ditempatkan dalam satu kandang sering menjadi korban.
Biasanya, agresifitasnya timbul ketika merebutkan makanan. Menurut Abdul Haris
Mustari, pakar ekologi anoa dari fakultas kehutanan IPB, biasanya anoa juga
menjadi agresif pada saat terluka atau kalah melindungi anaknya.
Seorang
keeper satwa di Taman Safari Cisarua (Bogor) sempat merasakan kebinalan anoa di kandang penangkaran. Tanpa ada
tanda-tanda, seekor anoa secara tiba-tiba menghujamkan tanduk sampai menembus
paha sang pawangnya. Bahkan sempat terjadi pengalaman unik. Ada anoa lain yang mencoba
masuk kandang singa afrika. Ia yang justru mengejar singa, kemudian dengan
selamat keluar dari kandang itu hanya dengan sedikit luka-luka kecil.
Anoa dikenal sebagai
penjelajah sejati. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, satwa ini sanggup menjelajahi daerah
seluas 700 ha. Tak heran kalau di Sulawesi dapat di temukan anoa pada berbagai
tipe habitat, mulai dari pantai, daratan rendah, perbukitan, hingga daerah
pegunungan. Daerah bergelombang dan berbukit sangat disukai satwa dengan
jelajah naik-turun. Satu lagi kelebihan anoa yaitu kepandaiannya berenang. Makanya para nelayan di Teluk Kolono, Sulawesi
Tenggara sering menjumpai anoa berenang menyeberangi laut untuk berpindah dari pulau ke daratan
atau sebaliknya.
Sebagaimana
keluarga kerbau lain, anoa sangat suka berendam dalam air dan berkubang di
lumpur. Selama musim musim kering mereka berkubang dalam lumpur sambil menggosok-gosokan tubuhnya
yang ditempeli banyak kutu. Dalam hutan jejak anoa mudah ditemukan di sepanjang
daerah aliran sungai. Maklum, hidup mereka sangat bergantung pada ketersediaan
air.
Untuk mencukupi kebutuhan mineralnya, anoa suka menjilat-jilat
tanah yang mengandung unsur mineral. Bagi anoa yang bertinggal di tepian
pantai, kebutuhan mineral dapat di cukupi dengan minum air laut. Rerumputan, dedaunan, dan paku-pakuan termasuk menu favorit anoa.
Selain itu, buah-buahan masak yang jatuh
dari lantai hutan di santapnya pula. Di pegunungan Nikalalaki sering di temukan
anoa memakan lumut i bebetuan.
Dalam habitat
asli anoa dikenal sangat pemalu. Satwa
ini cenderung menyukai tipe habitat yang relatif rapat dan
tertutup di hutan primer yang aman dari gangguan manusia. Masyarakat yang
berharap bisa melihat satwa ini sering hanya bisa gigit jari. Soalnya, lewat
hembusan
angin, anoa sanggup mencium kehadiran manusia dari jarak jauh. Perkembangan
organ pembauan dan pendengaran memberikan kepekaan bagi anoa. Para ilmuwan yang tinggal
berhari-hari dalam hutan pun hanya bisa mempelajari kehidupan satwa ini
berdasarkan jejak kaki dan kotoran.
Anoa dan Legenda Sangkuriang
Berbeda dari
keluarga Bovidae lainnya yang biasa hidup dalam kelompok besar, anoa justru sering menyendiri. Kalau
kerbau rawa hidup berkelompok sampai puluhan ekor, sebaliknya anoa hidup dalam keluarga kecil yaitu cuma 2 – 3 ekor yang terdiri atas pasangan
jantan dan betina dewasa, serta anak. Perilaku soliter anoa mungkin berkaitan
erat dengan karakteristik habitat yang rapat dengan tumbuhan bawah seperti semak
dan rotan yang memenuhi lantai hutan.
Anoa tinggal berpasangan dengan betinanya hanya selama musim kawin. Begitu
musim kawin berlalu, anoa jantan meninggalkan sang kekasih dan anaknya. Demikianlah, dengan
penuh kasih sayang sang induk membesarkan anaknya sendidrian. Demi melindungi
anak, sang induk sangat agresif, bahkan terkadang anoa membunuh orang yang dianggap mengganggu
anaknya.
Dalam masyarakat di tepian hutan muncul cerita legenda yang dipercayai,
mirip dengan legenda sangkuriang yang jatuh cinta pada ibunya sendiri, Nyai Sumbi. Bahkan seekor induk
betina akan terus menjaga anaknya yang jantan sampai dewasa untuk kelak
menggantikan peran ayahnya. Sebaliknya, jika anak yang lahir betina, maka akan
cepat-cepat disapih.
Sayangnya, selama 30 tahun terakhir kehidupan
anoa samakin terancam akibat perburuan liar dan perusakan habitat. Dagingnya,
konon, lebih enak dari pada daging sapi atau kerbau. Tak
heran bila perburuan satwa ini semakin meningkat setiap tahunnya. Bahkan
sejumlah hutan di Sulawesi satwa ini telah mengalami kepunahan lokal. Jika
dalam waktu 10 tahun mendatang ancaman pemburu liar tidak juga berkurang,
diperkirakan satwa ini akan mengalami kepunahan total dari habitat aslinya di
Sulawesi.
Dalam upaya pelestarian anoa Pemerintah Sulawesi Tenggara pun telah
menjadikannya sebagai satwa maskot daerah.
Meski demuikian usaha ini belum
dirasakan cukup jika dibandingkan dengan besarnya ancaman yang datang.
Sementara pihak kebun binatang di seluruh dunia telah melakukan upaya untuk
menjadikan anoa sebagai satwa yang berpotensi untuk diternakkan lewat
penangkaran.
.{tulisan ini berdasarkan hasil penelitian di hutan pinogu,propinsi Gorontalo, dan Taman safari Bogor,Jawa barat, Tahun 2000 silam dan telah dimuat di majalah Intisari tahun 2002 edisi bulan agustus}.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar