Find us on Google+ Ekologi Nusantara: Tanah Surga Yang Kaya

Sabtu, 01 Desember 2012

Tanah Surga Yang Kaya



Kebudayaan asli Nusantara sudah berumur ribuan tahun sebelum peradaban Mesir maupun Mesopotamia mulai menulis di atas batu. Peradaban bangsa Nusantara tidak dimulai dengan tradisi tulisan, akan tetapi tradisi lisan telah hidup dan mengakar dalam jiwa masyarakat kuno. Pulau-pulau di Nusantara sudah dikenal sebagai bumi yang kaya sejak zaman peradaban kuno. Masa lampau Nusantara sangat kaya raya.

Alam Nusantara yang kaya-raya dan dirawat dengan baik juga menjadi salah satu faktor yang membuat kepulauan nusantara menjadi sumber perhatian dunia. Oppenheimer dalam buku “Eden in the East: the Drowned Continent of Southeast Asia”, mengajukan bahwa Sundaland (Nusantara) adalah Taman Firdaus (Taman Eden). bahwa Taman Firdaus (Eden) itu bukan di Timur Tengah, tetapi justru di Sundaland.
Secara geografis kepulauan Nusantara terletak di khatulistiwa yang strategis dengan lahan yang subur dan indah di jalur cincin api (pacific ring of fire), yang ditandai keberadaan lebih dari 500 gunung berapi. Nusantara bisa saja disebut sebagai surga yang dikelilingi cincin api suatu negeri yang yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah.
Dengan sumber daya alam mulai hasil bumi, hutan, laut, hingga barang tambang maupun budayanya yang tersebar ke seluruh kepulauan. Ini dibuktikan oleh informasi dari berbagai sumber kuno mengenai tujuh pulau besar yaitu Sumatera, Jawa, Kepulauan Sunda kecil, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua. Rakyat Nusantara belum banyak yang mengetahui dengan kekayaan alam yang masih terpendam dalam bumi ini.
Bumi yang kaya ini jika dikelola dengan baik akan membuat setiap rakyat Nusantara bisa memperoleh kemakmuran yang luar biasa dan segala fasilitas bisa dinikmati dengan gratis berkat dari kekayaan alam yang melimpah yang dibagi kepada rakyat secara adil. Yang dibutuhkan Nusantara adalah penguasa baik, adil dan pandai yang amat mencintai rakyat dan menolak segala bentuk kebijakan yang menyulitkan masyarakat. Sudah saatnya rakyat Nusantara bangkit menuju kejayaannya. hal itu terlaksana Nusantara bisa menjadi negara paling kaya
 Sumatera  Pulau Emas
Dalam berbagai prasasti, pulau Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa (“pulau emas”) atau Suwarnabhumi (“tanah emas”). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Sumatera juga dikenal sebagai pulau Andalas.
Barus merupakan kota tertua di nusantara yang namanya sudah disebut-sebut sejak awal Masehi oleh literatur-literatur Arab, India, Tamil, Yunani, Syiria, Armenia, China, dan sebagainya. Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, salah seorang Gubernur Kerajaan Romawi yang berpusat di Aleksandria Mesir, pada abad ke-2 Masehi, juga telah menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang dikenal menghasilkan wewangian dari kapur barus.
Bahkan hubungan perdagangan terutama pedagang Arab sudah berlangsung sejak lama ini juga bisa dilihat dari perkembangan kosa kata Bahasa Arab ”Kafur” yakni sejenis Kapur yang berasal dari Barus yang biasa dipergunakan sebagai wewangian.  Bahkan dikisahkan pula bahwa kapur barus yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II atau sekitar 5. 000 tahun sebelum Masehi.
Dari berbagai literatur, diyakini bahwa kampung Islam di daerah pesisir Barat Pulau Sumatera itu bernama Barus atau yang juga disebut Fansur. Pada masa Dinasti ke-18 Fir'aun di Mesir (sekitar 1.567SM-1.339SM), di pesisir barat pulau sumatera telah ada pelabuhan yang ramai, dengan nama Barus. Barus (Lobu Tua - daerah Tapanuli) diperkirakan sudah ada sejak 3000 tahun sebelum Masehi. Barus dikenal karena merupakan tempat asal kapur barus. Ternyata kamper atau kapur barus digunakan sebagai salah satu bahan pengawet mummi Fir'aun Mesir kuno.
Di samping Barus, di Sumatera terdapat juga kerajaan kuno lainnya. Sebuah manuskrip Yahudi Purba menceritakan sumber bekalan emas untuk membina negara kota Kerajaan Nabi Sulaiman diambil dari sebuah kerajaan purba di Timur Jauh yang dinamakan Ophir. Kemungkinan Ophir berada di Sumatera Barat. Di Sumatera Barat terdapat gunung Ophir. Gunung Ophir (dikenal juga dengan nama G. Talamau) merupakan salah satu gunung tertinggi di Sumatera Barat, yang terdapat di daerah Pasaman.
Kabarnya kawasan emas di Sumatera yang terbesar terdapat di Kerajaan Minangkabau. Menurut sumber kuno, dalam kerajaan itu terdapat pegunungan yang tinggi dan mengandung emas. Konon pusat Kerajaan Minangkabau terletak di tengah-tengah galian emas. Emas-emas yang dihasilkan kemudian diekspor dari sejumlah pelabuhan, seperti Kampar, Indragiri, Pariaman, Tikus, Barus, dan Pedir. Di Pulau Sumatera juga berdiri Kerajaan Srivijaya yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan besar pertama di Nusantara yang memiliki pengaruh hingga ke Thailand dan Kamboja di utara, hingga Maluku di timur.

Semenanjung Malaka  Kota Pelabuhan
Semenanjung Malaya, Semenanjung Malaka, atau Semenanjung Melayu adalah semenanjung besar di daerah Asia Tenggara. Pada peta-peta Ptolemeus semenanjung ini dianggap sebagai chersonesus aurea (bahasa Latin, berarti "semenanjung emas"). Negarakertagama menyebutnya sebagai Ujung Medini. Nama semenanjung ini berasal dari nama suku Melayu. Namun, kini para sejarahwan dan filolog (pakar naskah kuno) bersepakat bahwa ketatapan masyarakat Melayu di semenanjung secara umum adalah lebih baru dari pada di Sumatera.
Semenanjung Malaka memiliki keuntungan ekonomi dan strategis dengan adanya Selat Malaka yang merupakan salah satu jalur pelayaran terpenting di dunia, sama pentingnya seperti Terusan Suez atau Terusan Panama. Selat Malaka membentuk jalur pelayaran terusan antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik serta menghubungkan jalur sutra pelayaran antara India, dan  Cina.
Daerah ini baru lahir pada 1402, ketika Parameswara (seorang putera Sriwijaya yang melarikan diri dari perebutan Palembang oleh Majapahit) mendirikan sebuah ibu kota baru  di Tanah Melaka yang terletak pada penyempitan Selat Malaka. Kesultanan ini berkembang pesat menjadi sebuah entrepot dan menjadi pelabuhan terpenting di  Asia Tenggara pada abad ke-15 dan awal 16.
Kegemilangan yang dicapai oleh Kerajaan Melaka adalah daripada beberapa faktor yang penting. Antaranya, Parameswara telah mengambil kesempatan untuk menjalinkan hubungan baik dengan negara Cina ketika Laksamana Yin Ching mengunjungi Melaka pada tahun 1402. Malah, salah seorang daripada sultan Melaka telah menikahi seorang putri dari negara Cina yang bernama Putri Hang Li Po. Hubungan erat antara Melaka dengan Cina telah memberi banyak manfaat kepada Melaka. Melaka mendapat perlindungan dari negara Tiongkok yang merupakan sebuah kuasa besar di dunia untuk mengelakkan serangan Siam.

Jawa - Pulau Padi
Dahulu Pulau Jawa dikenal dengan nama JawaDwipa. JawaDwipa berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti "Pulau Padi" dan disebut dalam epik Hindu Ramayana. Epik itu mengatakan "Jawadwipa, dihiasi tujuh kerajaan, Pulau Emas dan perak, kaya dengan tambang emas", sebagai salah satu bagian paling jauh di bumi. Ahli geografi Yunani, Ptolomeus juga menulis tentang adanya “negeri Emas” dan “negeri Perak” dan pulau-pulau, antara lain pulau “”Iabadiu” yang berarti “Pulau Padi”.
Ptolomeus menyebutkan di ujung barat Iabadiou (Jawadwipa) terletak Argyre (kotaperak). Kota Perak itu kemungkinan besar adalah kerajaan Sunda kuno, Salakanagara yang terletak di barat Pulau Jawa. Salakanagara dalam sejarah Sunda (Wangsakerta) disebut juga Rajatapura. Salaka diartikan perak sedangkan nagara sama dengan kota, sehingga Salakanagara banyak ditafsirkan sebagai Kota perak.
Di Pulau Jawa ini berdiri kerajaan besar Majapahit yang tercatat sebagai kerajaan terbesar di Nusantara dan berhasil menyatukan Nusantara meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Borneo, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan Filipina. Dalam catatan Wang Ta-yuan, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Dari catatan kunjungan biarawan Roma tahun 1321, Odorico da Pordenone, menyebutkan bahwa istana Raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.
Menurut banyak pakar, pulau tersubur di dunia adalah Pulau Jawa. Pulau Jawa mempunyai konsentrasi gunung berapi yang sangat tinggi. Banyak gunung berapi aktif di Pulau Jawa yang menyebabkan tanah Pulau Jawa sangat subur dengan kandungan nutrisi yang di perlukan oleh tanaman. Raffles pengarang buku The History of Java merasa takjub pada kesuburan alam Jawa yang tiada tandingnya di belahan bumi mana pun. “Apabila seluruh tanah yang ada dimanfaatkan,” demikian tulisnya, “bisa dipastikan tidak ada wilayah di dunia ini yang bisa menandingi kuantitas, kualitas, dan variasi tanaman yang dihasilkan pulau ini.”
Pertanian padi banyak terdapat di Pulau Jawa karena memiliki kesuburan yang luar biasa. Pulau Jawa dikatakan sebagai lumbung beras Nusantara. Jawa juga terkenal dengan kopinya yang disebut kopi Jawa. Curah hujan dan tingkat keasaman tanah di Jawa sangat pas untuk budidaya kopi. Hasil pertanian lainnya sayur-sayuran dan buah-buahan banyak di Jawa.

Kalimantan Kota Sungai
Dahulu nama pulau terbesar ketiga di dunia ini adalah Warunadwipa yang artinya Pulau Dewa Laut. Kalimantan dalam berita-berita China (T’ai p’ing huan yu chi) disebut dengan istilah Chin li p’i shih. Nusa Kencana" adalah sebutan pulau Kalimantan dalam naskah-naskah Jawa Kuno. Orang Melayu menyebutnya Pulau Hujung Tanah (P'ulo Chung). Borneo adalah nama yang dipakai oleh kolonial Inggris dan Belanda.
Kalimantan adalah tanah yang dianugerahi sumber daya alam berlimpah dengan hasil bumi pertambangan. Selama ribuan tahun Kalimantan telah menjadi tujuan utama jalur sutra perdagangan internasional melalui laut. Perkembangan perdagangan yang pesat di Kalimantan merupakan hubungan timbal balik antara Malaka – Johor, kemudian Pasai dan Aceh dengan Negara Daha dengan bandar Muara Bahan yang ramai saat itu dikunjungi para pedagang abad ke- 14 Masehi.
Di Kalimantan berdiri kerajaan tertua di Nusantara yang bernama Kutai Martadipura yang bercorak Hindu. Nama Kutai sudah disebut-sebut sejak abad ke 4 (empat) pada berita-berita India secara tegas menyebutkan Kutai dengan nama “Quetaire” begitu pula dengan berita Cina pada abat ke 9 (sembilan) menyebut Kutai dengan sebutan “Kho They” yang berarti kerajaan besar. Dan pada abad 13 (tiga belas) dalam kesusastraan kuno Kitab Negara Kertagama yang disusun oleh Empu Prapanca ditulis dengan istilah “Tunjung Kute”. Peradaban Kutai masa lalu inilah yang menjadi tonggak awal zaman sejarah di Nusantara.
Berbagai jenis komoditi dibawa dari pedalaman Kalimantan melalui sungai-sungai besar menuju bandar-bandar di muara sungai. Beberapa Bandar yang memegang peran sangat penting bagi masyarakat nusantara pada abad ke-15 yaitu seperti Bandar Malaka, Brunei Pasai, Tuban, Gresik, Surabaya dan Palembang. Perdagangan pada waktu itu dilakukan dengan sistem barter atau pertukaran cindera mata antara dua kerajaan.
Bahkan pada masa kunjungan muhibah Laksamana Muslim Cheng Ho dalam catatan Fei Xin seorang penulis yang ikut dalam armada laut Cheng Ho ketika mengunjungi tanah Brunei komoditi utama Kalimantan antara lain lilin kuning, penyu karah, dan wangi-wangian. Disamping itu pula terdapat emas, perak, kimkha (kain sutra halus dengan motif bunga-bunga), alat besi, dan lain sebagainya. Penduduknya juga membuat garam dari air laut dan membuat arak dari sorgum.
Perekonomian di ibukota Kesultanan Kalimantan menggunakan sungai sebagai alat transportasi utama, sehingga Kesultanan Kalimantan berkembang menjadi kota sungai. Dampak kemajuan ekonomi telah memacu pertumbuhan permukiman di sepanjang sungai dengan banyaknya pendatang baru yang menetap.
Perkembangan permukiman di tepi sungai ini terlihat semakin padat seiring meningkatnya arus ekonomi kota. Interaksi perdagangan ini rupanya juga mendorong terjadinya perkawinan antar suku. Permukiman yang ada dipacu oleh pengaruh ekonomi bukan oleh pengaruh politik yang membentuk kota-kota seperti di Jawa.
Letak ibu kota kesultanan yang berada di daerah muara atau tepian sungai besar memiliki nilai positif dari segi geopolitis yang strategis yang menghubungkannya dengan kawasan pedalaman yang sering disebut daerah perhuluan. Wilayah pedalaman jauh merupakan daerah yang kaya sumber daya alam seperti barang tambang dan hasil bumi. Selama  berabad-abad hasil perkebunan dan kehutanan Kalimantan diangkut melalui sungai-sungai besar untuk dibawa ke berbagai penjuru dunia sebagai bahan mentah.  
Pada zaman dulu pedagang asing datang ke pulau ini mencari komoditas hasil alam berupa kamfer, lilin dan sarang burung walet melakukan barter dengan guci keramik yang bernilai tinggi dalam masyarakat Dayak. Para pendatang India maupun orang Melayu memasuki muara-muara sungai untuk mencari lahan bercocok tanam dan berhasil menemukan tambang emas dan intan di Pulau ini.
Hasil tambang ini diperdagangkan ke istana-istana Sultan dan kepada pedagang-pedagang Hindu dan Cina. Menurut tradisi orang Dayak sendiri hampir tidak pernah membuat dan memakai perhiasan emas, tetapi perdagangan emas mempengaruhi kebudayaan pulau ini. Emas telah di ekspor dari Borneo bagian barat kira-kira sejak abad ke-13 dan menjelang akhir abad ke -17 pedagang-pedagang Cina telah mengumpulkan muatan-muatan emas di Sambas.
Bangsa Cina telah melakukan penambangan emas sejak dulu di sungai-sungai oleh penduduk maupun eksploitasi besar-besaran. Sehingga aktivitas penambangan emas rakyat yang sudah berumur ratusan tahun dilakukan di sepanjang aliran Sungai Mahakam, Sungai Barito, Sungai Mentaya, Sungai Arut, daerah Mandor— Monterado, dan jalur pegunungan Meratus di loksado.
Selama berabad-abad emas diperoleh dalam skala kecil oleh penambang-penambang suku dayak, dengan mendulang debu emas di sungai-sungai. Dulang, yaitu sejenis baki yang dangkal terbuat dari kayu yang digunakan untuk mendulang emas, dijual di pasar-pasar setempat seperti Martapura di kalsel.

Sulawesi - Pulau besi
Orang Arab menyebut Sulawesi dengan nama Sholibis. Orang Belanda menyebut pulau ini dengan nama Celebes. Pulau ini telah dihuni oleh manusia sejak 30.000 tahun yang lalu terbukti dengan adanya peninggalan purba di Pulau ini. Contohnya lokasi prasejarah zaman batu Lembah Besoa.
Nama Sulawesi konon berasal dari kata ‘Sula’ yang berarti pulau dan ‘besi’. Pulau Sulawesi sejak dahulu adalah penghasil bessi (besi), sehingga tidaklah mengherankan Ussu dan sekitar danau Matana mengandung besi dan nikkel. Di sulawesi pernah berdiri Kerajaan Luwu yang merupakan salah satu kerajaan tertua di Sulawesi. Wilayah Luwu merupakan penghasil besi. Bessi Luwu atau senjata Luwu (keris atau kawali) sangat terkenal akan keampuhannya, bukan saja di Sulawesi tetapi juga di luar Sulawesi. Dalam sejarah Majapahit, wilayah Luwu merupakan pembayar upeti kerajaan, selain dikenal sebagai pemasok utama besi ke Majapahit, Maluku dan lain-lain. Menurut catatan yang ada, sejak abad XIV Luwu telah dikenal sebagai tempat peleburan besi.
Di Pulau Sulawesi ini juga pernah berdiri Kerajaan Gowa Tallo yang pernah berada dipuncak kejayaan yang terpancar dari Sombaopu, ibukota Kerajaan Gowa ke timur sampai ke selat Dobo, ke utara sampai ke Sulu, ke barat sampai ke Kutai dan ke selatan melalui Sunda Kecil, diluar pulau Bali sampai ke Marege (bagian utara Australia). Ini menunjukkan kekuasaan yang luas meliputi lebih dari 2/3 wilayah Nusantara.
Selama zaman yang makmur akan perdagangan rempah-rempah pada abad 15 sampai 19, Sulawesi sebagai gerbang kepulauan Maluku, pulau yang kaya akan rempah-rempah. Kerajaan besar seperti Makasar dan Bone seperti yang disebutkan dalam sejarah Nusantara timur, telah memainkan peranan penting.

Maluku - Kepulauan rempah-rempah
Maluku memiliki nama asli "Jazirah al-Mulk" yang artinya kumpulan/semenanjung kerajaan yang terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil. Maluku dikenal dengan kawasan Seribu Pulau serta memiliki keanekaragaman sosial budaya dan kekayaan alam yang berlimpah. Orang Belanda menyebutnya sebagai ‘the three golden from the east’ (tiga emas dari timur) yakni Ternate, Banda dan Ambon. Sebelum kedatangan Belanda, penulis dan tabib Portugis, Tome Pirez menulis buku ‘Summa Oriental’ yang telah melukiskan tentang Ternate, Ambon dan Banda sebagai ‘the spices island’.
Pada masa lalu wilayah Maluku dikenal sebagai penghasil rempah-rempah seperti cengkeh dan pala. Cengkeh adalah rempah-rempah purbakala yang telah dikenal dan digunakan ribuan tahun sebelum masehi. Pohonnya sendiri merupakan tanaman asli kepulauan Maluku (Ternate dan Tidore), yang dahulu dikenal oleh para penjelajah sebagai Spice Islands.
Pada 4000 tahun lalu di kerajaan Mesir, Fir’aun dinasti ke-12, Sesoteris III. Lewat data arkeolog mengenai transaksi Mesir dalam mengimpor dupa, kayu eboni, kemenyan, gading, dari daratan misterius tempat “Punt” berasal. Meski dukungan arkeologis sangat kurang, negeri “Punt” dapat diidentifikasi setelah Giorgio Buccellati menemukan wadah yang berisi benda seperti cengkih di Efrat tengah. Pada masa 1.700 SM itu, cengkih hanya terdapat di kepulauan Maluku, Nusantara. Pada abad pertengahan (sekitar 1600 Masehi) cengkeh pernah menjadi salah satu rempah yang paling popular dan mahal di Eropa, melebihi harga emas.
Selain cengkeh, rempah-rempah asal Maluku adalah buah Pala. Buah Pala (Myristica fragrans) merupakan tumbuhan berupa pohon yang berasal dari kepulauan Banda, Maluku. Akibat nilainya yang tinggi sebagai rempah-rempah, buah dan biji pala telah menjadi komoditi perdagangan yang penting pada masa Romawi. Melihat mahalnya harga rempah-rempah waktu itu banyak orang Eropa kemudian mencari Kepulauan rempah-rempah ini. Sesungguhnya yang dicari Christoper Columbus ke arah barat adalah jalan menuju Kepulauan Maluku, ‘The Island of Spices’ (Pulau Rempah-rempah), meskipun pada akhirnya Ia justru menemukan benua baru bernama Amerika. Rempah-rempah adalah salah satu alasan mengapa penjelajah Portugis Vasco Da Gama mencapai India dan Maluku.

Papua - Pulau surga
Papua adalah pulau terbesar kedua di dunia. Pada sekitar Tahun 200 M , ahli Geography bernama Ptolamy menyebutnya dengan nama LABADIOS. Pada akhir tahun 500 M, pengarang Tiongkok bernama Ghau Yu Kua memberi nama TUNGKI, dan pada akhir tahun 600 M, Kerajaan Sriwijaya menyebut nama Papua dengan menggunakan nama JANGGI. Tidore memberi nama untuk pulau ini dan penduduknya sebagai PAPA-UA yang sudah berubah dalam sebutan menjadi PAPUA.
Pada tahun 1545, Inigo Ortiz de Retes memberi nama NUEVA GUINEE dan ada pelaut lain yang memberi nama ISLA DEL ORO yang artinya Pulau Emas. Robin Osborne dalam bukunya, Nusantaras Secret War: The Guerilla Struggle in Irian Jaya (1985), menjuluki provinsi paling timur Nusantara ini sebagai surga yang hilang.
Papua telah dikenal akan kekayaan alamnya sejak dulu. Pada abad ke-18 Masehi, para penguasa dari kerajaan Sriwijaya, mengirimkan persembahan kepada kerajaan China. Di dalam persembahan itu terdapat beberapa ekor burung Cendrawasih, yang dipercaya sebagai burung dari taman surga yang merupakan hewan asli dari Papua. Dengan armadanya yang kuat Sriwijaya mengunjungi Maluku dan Papua untuk memperdagangkan rempah – rempah, wangi – wangian, mutiara dan bulu burung Cenderawasih. Pada zaman Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah termasuk dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Pada abad XVI Pantai Utara sampai Barat daerah Kepala Burung sampai Namatota ( Kab.Fak-fak ) disebelah Selatan, serta pulau – pulau disekitarnya menjadi daerah kekuasaan Sultan Tidore.
Tanah Papua sangat kaya. Tembaga dan Emas merupakan sumber daya alam yang sangat berlimpah yang terdapat di Papua. Papua terkenal dengan produksi emasnya yang terbesar di dunia dan berbagai tambang dan kekayaan alam yang begitu berlimpah. Papua juga disebut-sebut sebagai surga kecil yang jatuh ke bumi. Papua merupakan surga keanekaragaman hayati yang tersisa di bumi saat ini. {end}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar