Kebudayaan
asli Nusantara sudah berumur ribuan tahun sebelum peradaban Mesir maupun
Mesopotamia mulai menulis di atas batu. Peradaban bangsa Nusantara tidak
dimulai dengan tradisi tulisan, akan tetapi tradisi lisan telah hidup dan
mengakar dalam jiwa masyarakat kuno. Pulau-pulau di Nusantara sudah dikenal
sebagai bumi yang kaya sejak zaman peradaban kuno. Masa lampau Nusantara sangat
kaya raya.
Alam Nusantara
yang kaya-raya dan dirawat dengan baik juga menjadi salah satu faktor yang
membuat kepulauan nusantara menjadi sumber perhatian dunia. Oppenheimer dalam
buku “Eden in the East: the Drowned
Continent of Southeast Asia”, mengajukan bahwa Sundaland (Nusantara) adalah
Taman Firdaus (Taman Eden). bahwa Taman Firdaus (Eden) itu bukan di Timur
Tengah, tetapi justru di Sundaland.
Secara
geografis kepulauan Nusantara terletak di khatulistiwa yang strategis dengan
lahan yang subur dan indah di jalur cincin api (pacific ring of fire), yang ditandai keberadaan lebih dari 500
gunung berapi. Nusantara bisa saja disebut sebagai surga yang dikelilingi
cincin api suatu negeri yang yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah.
Dengan sumber
daya alam mulai hasil bumi, hutan, laut, hingga barang tambang maupun budayanya
yang tersebar ke seluruh kepulauan. Ini dibuktikan oleh informasi dari berbagai
sumber kuno mengenai tujuh pulau besar yaitu Sumatera, Jawa, Kepulauan Sunda
kecil, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua. Rakyat Nusantara belum
banyak yang mengetahui dengan kekayaan alam yang masih terpendam dalam bumi
ini.
Bumi yang
kaya ini jika dikelola dengan baik akan membuat setiap rakyat Nusantara bisa
memperoleh kemakmuran yang luar biasa dan segala fasilitas bisa dinikmati
dengan gratis berkat dari kekayaan alam yang melimpah yang dibagi kepada rakyat
secara adil. Yang dibutuhkan Nusantara adalah penguasa baik, adil dan pandai
yang amat mencintai rakyat dan menolak segala bentuk kebijakan yang menyulitkan
masyarakat. Sudah saatnya rakyat Nusantara bangkit menuju kejayaannya. hal
itu terlaksana Nusantara bisa menjadi negara paling kaya
Sumatera Pulau Emas
Dalam berbagai
prasasti, pulau Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa (“pulau
emas”) atau Suwarnabhumi (“tanah emas”). Nama-nama ini sudah dipakai dalam
naskah-naskah India sebelum Masehi. Sumatera juga dikenal sebagai pulau
Andalas.
Barus merupakan kota tertua di nusantara yang namanya sudah disebut-sebut sejak awal Masehi oleh
literatur-literatur Arab, India, Tamil, Yunani, Syiria, Armenia, China, dan
sebagainya. Sebuah peta kuno
yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, salah seorang Gubernur Kerajaan Romawi yang berpusat di Aleksandria Mesir, pada abad ke-2
Masehi, juga telah menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera terdapat sebuah
bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang dikenal menghasilkan wewangian dari
kapur barus.
Bahkan hubungan perdagangan terutama pedagang Arab sudah
berlangsung sejak lama ini juga bisa dilihat dari perkembangan kosa kata Bahasa
Arab ”Kafur” yakni sejenis Kapur yang berasal dari Barus yang biasa
dipergunakan sebagai wewangian. Bahkan dikisahkan
pula bahwa kapur barus yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa
ke Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun
sejak Ramses II atau sekitar 5. 000 tahun sebelum Masehi.
Dari berbagai literatur, diyakini bahwa kampung Islam di
daerah pesisir Barat Pulau Sumatera itu bernama Barus atau yang juga disebut
Fansur. Pada masa Dinasti ke-18 Fir'aun di Mesir (sekitar 1.567SM-1.339SM), di
pesisir barat pulau sumatera telah ada pelabuhan yang ramai, dengan nama Barus.
Barus (Lobu Tua - daerah Tapanuli) diperkirakan sudah ada sejak 3000 tahun
sebelum Masehi. Barus dikenal karena merupakan tempat asal kapur barus.
Ternyata kamper atau kapur barus digunakan sebagai salah satu bahan pengawet
mummi Fir'aun Mesir kuno.
Di samping
Barus, di Sumatera terdapat juga kerajaan kuno lainnya. Sebuah manuskrip Yahudi
Purba menceritakan sumber bekalan emas untuk membina negara kota Kerajaan Nabi
Sulaiman diambil dari sebuah kerajaan purba di Timur Jauh yang dinamakan Ophir.
Kemungkinan Ophir berada di Sumatera Barat. Di Sumatera Barat terdapat gunung
Ophir. Gunung Ophir (dikenal juga dengan nama G. Talamau) merupakan salah satu
gunung tertinggi di Sumatera Barat, yang terdapat di daerah Pasaman.
Kabarnya
kawasan emas di Sumatera yang terbesar terdapat di Kerajaan Minangkabau.
Menurut sumber kuno, dalam kerajaan itu terdapat pegunungan yang tinggi dan
mengandung emas. Konon pusat Kerajaan Minangkabau terletak di tengah-tengah
galian emas. Emas-emas yang dihasilkan kemudian diekspor dari sejumlah
pelabuhan, seperti Kampar, Indragiri, Pariaman, Tikus, Barus, dan Pedir. Di
Pulau Sumatera juga berdiri Kerajaan Srivijaya yang kemudian berkembang menjadi
Kerajaan besar pertama di Nusantara yang memiliki pengaruh hingga ke Thailand
dan Kamboja di utara, hingga Maluku di timur.
Semenanjung Malaka Kota Pelabuhan
Semenanjung Malaya, Semenanjung Malaka, atau Semenanjung Melayu adalah semenanjung besar di
daerah Asia Tenggara. Pada
peta-peta Ptolemeus semenanjung
ini dianggap sebagai chersonesus
aurea (bahasa Latin, berarti
"semenanjung emas"). Negarakertagama menyebutnya
sebagai Ujung Medini. Nama
semenanjung ini berasal dari nama suku Melayu. Namun,
kini para sejarahwan dan filolog (pakar naskah kuno) bersepakat
bahwa ketatapan masyarakat Melayu di semenanjung secara umum adalah lebih baru
dari pada di Sumatera.
Semenanjung Malaka memiliki keuntungan ekonomi dan
strategis dengan adanya Selat Malaka yang merupakan salah satu jalur pelayaran
terpenting di dunia, sama pentingnya seperti Terusan Suez atau Terusan Panama. Selat
Malaka membentuk jalur pelayaran terusan antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik serta
menghubungkan jalur sutra pelayaran antara India, dan Cina.
Daerah ini baru lahir pada 1402, ketika Parameswara (seorang
putera Sriwijaya yang
melarikan diri dari perebutan Palembang oleh Majapahit) mendirikan
sebuah ibu
kota baru di Tanah Melaka yang
terletak pada penyempitan Selat Malaka. Kesultanan
ini berkembang pesat menjadi sebuah entrepot dan menjadi
pelabuhan terpenting di Asia Tenggara pada abad ke-15 dan awal 16.
Kegemilangan yang dicapai oleh Kerajaan Melaka adalah
daripada beberapa faktor yang penting. Antaranya, Parameswara telah mengambil
kesempatan untuk menjalinkan hubungan baik dengan negara Cina ketika
Laksamana Yin Ching mengunjungi
Melaka pada tahun 1402. Malah, salah seorang daripada sultan Melaka telah
menikahi seorang putri dari negara Cina yang bernama Putri Hang Li Po. Hubungan
erat antara Melaka dengan Cina telah memberi banyak manfaat kepada Melaka.
Melaka mendapat perlindungan dari negara Tiongkok yang merupakan sebuah kuasa
besar di dunia untuk mengelakkan serangan Siam.
Jawa - Pulau Padi
Dahulu Pulau
Jawa dikenal dengan nama JawaDwipa. JawaDwipa berasal dari bahasa Sanskerta
yang berarti "Pulau Padi" dan disebut dalam epik Hindu Ramayana. Epik
itu mengatakan "Jawadwipa, dihiasi tujuh kerajaan, Pulau Emas dan perak,
kaya dengan tambang emas", sebagai salah satu bagian paling jauh di bumi.
Ahli geografi Yunani, Ptolomeus juga menulis tentang adanya “negeri Emas” dan
“negeri Perak” dan pulau-pulau, antara lain pulau “”Iabadiu” yang berarti
“Pulau Padi”.
Ptolomeus
menyebutkan di ujung barat Iabadiou (Jawadwipa) terletak Argyre (kotaperak).
Kota Perak itu kemungkinan besar adalah kerajaan Sunda kuno, Salakanagara yang
terletak di barat Pulau Jawa. Salakanagara dalam sejarah Sunda (Wangsakerta)
disebut juga Rajatapura. Salaka diartikan perak sedangkan nagara sama dengan
kota, sehingga Salakanagara banyak ditafsirkan sebagai Kota perak.
Di Pulau
Jawa ini berdiri kerajaan besar Majapahit yang tercatat sebagai kerajaan
terbesar di Nusantara dan berhasil menyatukan Nusantara meliputi Sumatra,
semenanjung Malaya, Borneo, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua,
dan sebagian kepulauan Filipina. Dalam catatan Wang Ta-yuan, komoditas ekspor
Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua. Mata uangnya
dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Dari catatan
kunjungan biarawan Roma tahun 1321, Odorico da Pordenone, menyebutkan bahwa
istana Raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.
Menurut
banyak pakar, pulau tersubur di dunia adalah Pulau Jawa. Pulau Jawa mempunyai
konsentrasi gunung berapi yang sangat tinggi. Banyak gunung berapi aktif di
Pulau Jawa yang menyebabkan tanah Pulau Jawa sangat subur dengan kandungan
nutrisi yang di perlukan oleh tanaman. Raffles pengarang buku The History of
Java merasa
takjub pada kesuburan alam Jawa yang tiada tandingnya di belahan bumi mana pun.
“Apabila seluruh tanah yang ada dimanfaatkan,” demikian tulisnya, “bisa
dipastikan tidak ada wilayah di dunia ini yang bisa menandingi kuantitas,
kualitas, dan variasi tanaman yang dihasilkan pulau ini.”
Pertanian
padi banyak terdapat di Pulau Jawa karena memiliki kesuburan yang luar biasa.
Pulau Jawa dikatakan sebagai lumbung beras Nusantara. Jawa juga terkenal dengan
kopinya yang disebut kopi Jawa. Curah hujan dan tingkat keasaman tanah di Jawa
sangat pas untuk budidaya kopi. Hasil pertanian lainnya sayur-sayuran dan
buah-buahan banyak di Jawa.
Kalimantan Kota Sungai
Dahulu nama
pulau terbesar ketiga di dunia ini adalah Warunadwipa yang artinya Pulau Dewa
Laut. Kalimantan dalam berita-berita China (T’ai p’ing huan yu chi) disebut
dengan istilah Chin li p’i shih. Nusa Kencana" adalah sebutan pulau
Kalimantan dalam naskah-naskah Jawa Kuno. Orang Melayu menyebutnya Pulau Hujung
Tanah (P'ulo Chung). Borneo adalah nama yang dipakai oleh kolonial Inggris dan
Belanda.
Kalimantan adalah
tanah yang dianugerahi sumber daya alam berlimpah dengan hasil bumi
pertambangan. Selama ribuan tahun Kalimantan telah menjadi tujuan utama jalur
sutra perdagangan internasional melalui laut. Perkembangan perdagangan yang pesat di
Kalimantan merupakan hubungan timbal balik antara Malaka – Johor, kemudian
Pasai dan Aceh dengan Negara Daha dengan bandar Muara Bahan yang ramai saat itu
dikunjungi para pedagang abad ke- 14 Masehi.
Di
Kalimantan berdiri kerajaan tertua di Nusantara yang bernama Kutai Martadipura yang
bercorak Hindu. Nama Kutai sudah disebut-sebut sejak abad ke 4 (empat) pada
berita-berita India secara tegas menyebutkan Kutai dengan nama “Quetaire”
begitu pula dengan berita Cina pada abat ke 9 (sembilan) menyebut Kutai dengan
sebutan “Kho They” yang berarti kerajaan besar. Dan pada abad 13 (tiga belas)
dalam kesusastraan kuno Kitab Negara Kertagama yang disusun oleh Empu Prapanca
ditulis dengan istilah “Tunjung Kute”. Peradaban Kutai masa lalu inilah yang
menjadi tonggak awal zaman sejarah di Nusantara.
Berbagai jenis
komoditi dibawa dari pedalaman Kalimantan melalui sungai-sungai besar menuju
bandar-bandar di muara sungai. Beberapa Bandar yang memegang peran sangat
penting bagi masyarakat nusantara pada abad ke-15 yaitu seperti Bandar Malaka,
Brunei Pasai, Tuban, Gresik, Surabaya dan Palembang. Perdagangan pada waktu itu dilakukan
dengan sistem barter atau pertukaran cindera mata antara dua kerajaan.
Bahkan pada masa
kunjungan muhibah Laksamana Muslim Cheng Ho dalam catatan Fei Xin seorang
penulis yang ikut dalam armada laut Cheng Ho ketika mengunjungi tanah Brunei
komoditi utama Kalimantan antara lain lilin kuning, penyu karah, dan
wangi-wangian. Disamping itu pula terdapat emas, perak, kimkha (kain sutra
halus dengan motif bunga-bunga), alat besi, dan lain sebagainya. Penduduknya
juga membuat garam dari air laut dan membuat arak dari sorgum.
Perekonomian di ibukota Kesultanan Kalimantan menggunakan
sungai sebagai alat transportasi utama, sehingga Kesultanan Kalimantan berkembang
menjadi kota sungai. Dampak kemajuan ekonomi telah memacu pertumbuhan
permukiman di sepanjang sungai dengan banyaknya pendatang baru yang menetap.
Perkembangan permukiman di tepi
sungai ini terlihat semakin padat seiring meningkatnya arus ekonomi kota. Interaksi perdagangan ini rupanya juga mendorong terjadinya perkawinan antar suku. Permukiman yang ada dipacu oleh pengaruh ekonomi bukan oleh pengaruh politik yang membentuk kota-kota seperti di Jawa.
Letak ibu kota kesultanan yang berada di daerah muara
atau tepian sungai besar memiliki nilai positif dari segi geopolitis yang
strategis yang menghubungkannya dengan kawasan pedalaman yang sering disebut
daerah perhuluan. Wilayah pedalaman jauh merupakan daerah yang kaya sumber daya
alam seperti barang tambang dan hasil bumi. Selama berabad-abad hasil perkebunan dan kehutanan
Kalimantan diangkut melalui sungai-sungai besar untuk dibawa ke berbagai
penjuru dunia sebagai bahan mentah.
Pada zaman
dulu pedagang asing datang ke pulau ini mencari komoditas hasil alam berupa
kamfer, lilin dan sarang burung walet melakukan barter dengan guci keramik yang
bernilai tinggi dalam masyarakat Dayak. Para pendatang India maupun orang
Melayu memasuki muara-muara sungai untuk mencari lahan bercocok tanam dan
berhasil menemukan tambang emas dan intan di Pulau ini.
Hasil tambang ini diperdagangkan ke
istana-istana Sultan dan kepada pedagang-pedagang Hindu dan Cina. Menurut
tradisi orang Dayak sendiri hampir tidak pernah membuat dan memakai perhiasan
emas, tetapi perdagangan emas mempengaruhi kebudayaan pulau ini. Emas telah di
ekspor dari Borneo bagian barat kira-kira sejak abad ke-13 dan menjelang akhir
abad ke -17 pedagang-pedagang Cina telah mengumpulkan muatan-muatan emas di
Sambas.
Bangsa Cina telah
melakukan penambangan emas sejak dulu di
sungai-sungai oleh penduduk maupun eksploitasi besar-besaran. Sehingga aktivitas
penambangan emas rakyat yang sudah berumur ratusan tahun dilakukan di sepanjang
aliran Sungai Mahakam, Sungai Barito, Sungai Mentaya, Sungai Arut, daerah Mandor—
Monterado, dan jalur pegunungan Meratus di loksado.
Selama berabad-abad emas
diperoleh dalam skala kecil oleh penambang-penambang suku dayak, dengan
mendulang debu emas di sungai-sungai. Dulang, yaitu sejenis baki yang dangkal
terbuat dari kayu yang digunakan untuk mendulang emas, dijual di pasar-pasar
setempat seperti Martapura di kalsel.
Sulawesi - Pulau besi
Orang Arab
menyebut Sulawesi dengan nama Sholibis. Orang Belanda menyebut pulau ini dengan
nama Celebes. Pulau ini telah dihuni oleh manusia sejak 30.000 tahun yang lalu
terbukti dengan adanya peninggalan purba di Pulau ini. Contohnya lokasi
prasejarah zaman batu Lembah Besoa.
Nama
Sulawesi konon berasal dari kata ‘Sula’ yang berarti pulau dan ‘besi’. Pulau
Sulawesi sejak dahulu adalah penghasil bessi (besi), sehingga tidaklah
mengherankan Ussu dan sekitar danau Matana mengandung besi dan nikkel. Di
sulawesi pernah berdiri Kerajaan Luwu yang merupakan salah satu kerajaan tertua
di Sulawesi. Wilayah Luwu merupakan penghasil besi. Bessi Luwu atau senjata
Luwu (keris atau kawali) sangat terkenal akan keampuhannya, bukan saja di
Sulawesi tetapi juga di luar Sulawesi. Dalam sejarah Majapahit, wilayah Luwu
merupakan pembayar upeti kerajaan, selain dikenal sebagai pemasok utama besi ke
Majapahit, Maluku dan lain-lain. Menurut catatan yang ada, sejak abad XIV Luwu
telah dikenal sebagai tempat peleburan besi.
Di Pulau
Sulawesi ini juga pernah berdiri Kerajaan Gowa Tallo yang pernah berada
dipuncak kejayaan yang terpancar dari Sombaopu, ibukota Kerajaan Gowa ke timur
sampai ke selat Dobo, ke utara sampai ke Sulu, ke barat sampai ke Kutai dan ke
selatan melalui Sunda Kecil, diluar pulau Bali sampai ke Marege (bagian utara
Australia). Ini menunjukkan kekuasaan yang luas meliputi lebih dari 2/3 wilayah
Nusantara.
Selama zaman
yang makmur akan perdagangan rempah-rempah pada abad 15 sampai 19, Sulawesi
sebagai gerbang kepulauan Maluku, pulau yang kaya akan rempah-rempah. Kerajaan
besar seperti Makasar dan Bone seperti yang disebutkan dalam sejarah Nusantara
timur, telah memainkan peranan penting.
Maluku - Kepulauan rempah-rempah
Maluku
memiliki nama asli "Jazirah al-Mulk" yang artinya
kumpulan/semenanjung kerajaan yang terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil. Maluku
dikenal dengan kawasan Seribu Pulau serta memiliki keanekaragaman sosial budaya
dan kekayaan alam yang berlimpah. Orang Belanda menyebutnya sebagai ‘the three
golden from the east’ (tiga emas dari timur) yakni Ternate, Banda dan Ambon.
Sebelum kedatangan Belanda, penulis dan tabib Portugis, Tome Pirez menulis buku
‘Summa Oriental’ yang telah melukiskan tentang Ternate, Ambon dan Banda sebagai
‘the spices island’.
Pada masa
lalu wilayah Maluku dikenal sebagai penghasil rempah-rempah seperti cengkeh dan
pala. Cengkeh adalah rempah-rempah purbakala yang telah dikenal dan digunakan
ribuan tahun sebelum masehi. Pohonnya sendiri merupakan tanaman asli kepulauan
Maluku (Ternate dan Tidore), yang dahulu dikenal oleh para penjelajah sebagai
Spice Islands.
Pada 4000 tahun
lalu di kerajaan Mesir, Fir’aun dinasti ke-12, Sesoteris III. Lewat data
arkeolog mengenai transaksi Mesir dalam mengimpor dupa, kayu eboni, kemenyan,
gading, dari daratan misterius tempat “Punt” berasal. Meski dukungan arkeologis
sangat kurang, negeri “Punt” dapat diidentifikasi setelah Giorgio Buccellati
menemukan wadah yang berisi benda seperti cengkih di Efrat tengah. Pada masa
1.700 SM itu, cengkih hanya terdapat di kepulauan Maluku, Nusantara. Pada abad
pertengahan (sekitar 1600 Masehi) cengkeh pernah menjadi salah satu rempah yang
paling popular dan mahal di Eropa, melebihi harga emas.
Selain
cengkeh, rempah-rempah asal Maluku adalah buah Pala. Buah Pala (Myristica
fragrans) merupakan tumbuhan berupa pohon yang berasal dari kepulauan Banda,
Maluku. Akibat nilainya yang tinggi sebagai rempah-rempah, buah dan biji pala
telah menjadi komoditi perdagangan yang penting pada masa Romawi. Melihat
mahalnya harga rempah-rempah waktu itu banyak orang Eropa kemudian mencari
Kepulauan rempah-rempah ini. Sesungguhnya yang dicari Christoper Columbus ke
arah barat adalah jalan menuju Kepulauan Maluku, ‘The Island of Spices’ (Pulau
Rempah-rempah), meskipun pada akhirnya Ia justru menemukan benua baru bernama
Amerika. Rempah-rempah adalah salah satu alasan mengapa penjelajah Portugis
Vasco Da Gama mencapai India dan Maluku.
Papua - Pulau surga
Papua adalah
pulau terbesar kedua di dunia. Pada sekitar Tahun 200 M , ahli Geography
bernama Ptolamy menyebutnya dengan nama LABADIOS. Pada akhir tahun 500 M,
pengarang Tiongkok bernama Ghau Yu Kua memberi nama TUNGKI, dan pada akhir
tahun 600 M, Kerajaan Sriwijaya menyebut nama Papua dengan menggunakan nama
JANGGI. Tidore memberi nama untuk pulau ini dan penduduknya sebagai PAPA-UA
yang sudah berubah dalam sebutan menjadi PAPUA.
Pada tahun
1545, Inigo Ortiz de Retes memberi nama NUEVA GUINEE dan ada pelaut lain yang
memberi nama ISLA DEL ORO yang artinya Pulau Emas. Robin Osborne dalam bukunya,
Nusantaras Secret War: The Guerilla Struggle in Irian Jaya (1985), menjuluki
provinsi paling timur Nusantara ini sebagai surga yang hilang.
Papua telah
dikenal akan kekayaan alamnya sejak dulu. Pada abad ke-18 Masehi, para penguasa
dari kerajaan Sriwijaya, mengirimkan persembahan kepada kerajaan China. Di
dalam persembahan itu terdapat beberapa ekor burung Cendrawasih, yang dipercaya
sebagai burung dari taman surga yang merupakan hewan asli dari Papua. Dengan
armadanya yang kuat Sriwijaya mengunjungi Maluku dan Papua untuk
memperdagangkan rempah – rempah, wangi – wangian, mutiara dan bulu burung
Cenderawasih. Pada zaman Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah
termasuk dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Pada abad XVI Pantai Utara sampai
Barat daerah Kepala Burung sampai Namatota ( Kab.Fak-fak ) disebelah Selatan,
serta pulau – pulau disekitarnya menjadi daerah kekuasaan Sultan Tidore.
Tanah Papua
sangat kaya. Tembaga dan Emas merupakan sumber daya alam yang sangat berlimpah
yang terdapat di Papua. Papua terkenal dengan produksi emasnya yang terbesar di
dunia dan berbagai tambang dan kekayaan alam yang begitu berlimpah. Papua juga
disebut-sebut sebagai surga kecil yang jatuh ke bumi. Papua merupakan surga
keanekaragaman hayati yang tersisa di bumi saat ini. {end}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar